Industri musik Indonesia saat ini yang didominasi oleh genre pop bertema remaja, menciptakan suatu kondisi dimana lagu populer tumbuh menjamur. Musik dengan genre tersebut yang sangat digemari pasaran, kontan membuat para pendatang baru di blantika musik Indonesia ataupun penyanyi yang sudah ‘punya nama’ mengusung lagu-lagu bertema remaja. Tema lagu yang sangat popular tentu saja seputar cinta. Seakan-akan tak ada habisnya, hampir semua lagu pop mengandung unsur cinta pada liriknya.
Kondisi tersebut menimbulkan keadaan sebuah perlombaan lagu easy listening dengan menyuguhkan konsep musik yang cocok untuk remaja yang dikemas dengan muatan lirik lagu remaja pula. Selain memasukkan unsur-unsur cinta dalam liriknya, hal lain seperti melakukan pembaruan lirik dengan memasukkan hal-hal up to date saat ini alias yang paling mutakhir, seolah menjadi trend yang menjamur. Misalnya, saat ini tengah trend di kalangan remaja budaya update status di situs jejaring sosial seperti Facebook, Plurk, Twitter dan sejenisnya. Bahkan juga hal lain yang paling digemari remaja sekalipun seperti update status via Blackberry Messengger. Ini menunjukkan, lirik lagu remaja sekarang sangat peka terhadap perkembangan zamannya.
Hal ini membuat lirik lagu remaja sekarang bagai kehilangan identitasnya. Konsep remaja yang semestinya diusung, tanpa menghilangkan sisi kedalaman maknanya menjadi berubah. Kebanyakan hal ini terjadi pada musisi atau penyanyi pendatang baru di industri musik yang sengaja melakukan konsep demikian untuk melirik pasar. Akan tetapi, sisi lain, yaitu dalam hal makna yang ditawarkan dalam lagunya mulai berkurang bahkan karena kedangkalan maknanya, lagu tersebut menjadi tidak berarti. Kondisi kedua, lirik lagu remaja saat ini terjebak pada muatan tema-tema lagu remaja yang klise. Semuanya hampir membahas soal cinta yang bersifat biasa; putus cinta, ungkapan cinta yang berlebihan pada kekasihnya, dikhianati, perselingkuhan, jatuh cinta pada pandangan pertama, sampai hal-hal yang bersifat paling cengeng seperti kesedihan yang terlalu ‘lebay’ akibat putus cinta.
Tetapi yang paling menyedihkan, justru lagu-lagu demikian sangat digemari oleh para remaja. Lagu yang ditawarkan dengan lirik dangkal makna tersebut menjadi kiblat musik para remaja dan punya trend tersendiri. Misalnya saja, salah satu lagi bernuansa remaja berjudul Cinta Kamu Titik yang dipopulerkan oleh Ussy. Perhatikan lirik pada bait kedua lagunya “…Hei sayangku, hari ini kamu aneh, Kok BBM (Blackberry Messenger-red) gak dibales sih, Tapi Twitter eksis mulu..”. Apa yang dibubuhkan Ussy dalam lirik lagu tersebut sangat meremaja, dalam artian sangat dekat dengan budaya kehidupan remaja sekarang ini. Diluar kuasa kita sebagai penikmat musik, bisa jadi cara demikian merupakan strategi Ussy untuk menarik perhatian pasar. Tetapi, imbasnya pada remaja, remaja tidak lagi bisa mendapatkan nilai-nilai atau pesan dari lagu akibat krisis makna dari lagu yang ngetop di pasaran. Karena memang, dalam lagu itu tidak ada muatan pesan positif yang berarti dan bermanfaat bagi remaja saat ini.
Tapi, terlepas dari fenomena lirik lagu remaja yang krisis makna itu tersebut, kita mesti berbahagia karena masih ada penyanyi remaja yang memperhatikan komposisi liriknya. Seolah tak ingin terjebak pada trend, penyanyi seperti Gita Gutawa, Sherina, Afgan, dan musisi lainnya tetap memperhatikan lirik lagu mereka. Angin segar ini terasa menyejukkan tatkala kita menyadari, begitu banyak musisi baru yang bermunculan; meramaikan blantika musik Indonesia tanpa ada perubahan yang berarti pada lagu remaja serta tidak membawa warna baru. (Dodi Prananda, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia)
*) Tulisan dimuat pada halaman Remaja, Singgalang Minggu, 19 Juni 2011
Dan dengan krisis makna itu banyak remaja yang lebih menggemari musik manca (kayak aku). Bukannya ngga cinta Indonesia, tapi rasanya kurang puas kalo denger lagu yang cuman 'ecek ecek' yang kita juga bisa buat sendiri.
BalasHapusIya, alasan kamu kuat untuk menggemari lagu luar Annisa Dewi. Itulah lapor merah bagi industri musik kita yang suka dengan budaya latah. Entah telah berapa banyak jumlah penyanyi sekarang, tapi yang benar-benar punya kualitas tinggi dan mapan agar bisa bertahan lama (sebutlah seperti Ungu, Agnes Monica, Padi, Afgan, dll) mungkin tidak seberapa. Sekarang ini, asal ada modal dan punya link produser musik, orang berbondong-bondong ikut-ikutan, berharap-harap bisa sukses dan terkenal sehingga kualitas diabaikan
BalasHapus