Minggu, 22 Maret 2009

OPRAH




Cinta Negeri, Mulailah Dengan Cinta Produk Dalam Negeri

Oleh: Dodi Prananda, SMAN 1 Padang


Rasa Nasionalisme tidak hanya diaplikasikan dengan memberikan kontribusi kita kepada negara disamping mencintai profesi, namun juga bisa dilakukan dengan mencintai produk dalam negeri. Menyebut-nyebut kata “cinta produk dalam negeri”, akan menjadi sebuah obrolan yang hangat berikut menarik, mengingat kondisi riil di negara kita yang semakin banyak menjamur produk impor luar negeri.
Tidak bisa dipungkiri, bekakangan ini barang-barang tersebut juga semakin ramai di mata kita maksudnya di persaingan pasar Indonesia. Tidak hanya barang-barang tapi juga makanan atau minuman, produk yang bermerk-an nama yang asing dan susah melafaskannya. Sebut saja salah satu produk luar yang menjadi hobi “orang kita” untuk menkonsumsinya, Kentucky Fried Chicken yang akrab disebut dengan singkatan “KFC”, seolah-olah sudah jadi mendarah daging bagi kita. Kenapa tidak, makanan tersebut acap kali kita jadikan sebagai makanan favorit.
Bagaimana jika produk KFC disandingkan dengan produk yang sama seperti yang dijual oleh produksi rumahan yang ada di negeri kita, atau dengan produksi asli Indonesia, pasti terkalahkan dan ketinggalan jauh oleh KFC.

Yang bangga dengan produk luar
Membicarakan fenomena ini saya jadi teringat dengan teman sekolah menengah pertama saya yang sering dan senang sekali menggunakan atau mengkonsumsi produk luar negeri. Ketika ia memamerkan barang atau produksi luar negeri tersebut ia menjadi bangga sendiri di depan teman-temannya. Bahkan dengan percaya diri dan sombongnya ia mengejek teman yang tidak bisa memiliki produk seperti dia. Ia sering kali memamerkan tulisan yang ada di bagian atas kaos yang ia beli di luar negeri. “Made in Singapore”, “Made in USA”, “Made in Thailand”, itu yang sering ia banggakan di depan teman-temannya. Lalu teman-temannya yang hanya ada tulisan “Made in Indonesia”, “Made in Bandung” langsung tutup mulut mendengar ucapannya. Kenapa timbul rasa bangga dihati teman saya itu (tidak hanya teman saya tapi juga orang kebanyakan) yang menggunakan produk luar negeri itu? Kenapa ia lebih bangga ketika menggunakan kaos bermerk “Quick Silver”, “Oakley”, “Volcom”, “Roxy”, “Rusty” “Rip Curl”,“Billabong”, “Lea”, dan yang lainnya? Banyak jawaban atas fenomena ini.

Yang bangga dengan produk dalam negeri
Mungkin tidak semua orang yang seperti teman saya sebutkan diatas. Ada pula orang yang malah sebaliknya, ia merindukan produk dalam negerinya sendiri ketika ia berada di negeri orang. Itu artinya ia mencintai negerinya. Ada rasa nasionalisme yang tumbuh dalam dirinya. Barangkali dengan cara itu menimbulkan kesenangan batin dalam dirinya sebagai seseorang yang dilahirkan di negeri Indonesia ini.
Untuk orang seperti ini jusrtru beranggapan positif bahwa dengan membeli dan menggunakan produk atau barang-barang bermerk “Made in Indonesia” berarti secara tidak langsung ia telah ikut memajukan kesuksesan produk negerinya sendiri. Bahkan ada yang bangga ataupun kagum di luar negeri sana ketika orang Indonesia menggunakan produknya sendiri.

Gengsi dengan produk dalam negeri, benarkah?
Ketika dilontarkan pertanyaan kenapa orang lebih tertarik dan senang dengan produk luar negeri, salah satu jawabannya adalah gengsi, ya, gengsi. Banyak yang menyatakan bahwa produk dalam negeri itu sangat jauh ketinggalan dengan negara yang maju seperti Amerika yang selalu mengkoar-koarkan karya anak bangsanya, Jepang yang selalu memamerkan tekonologi canggih racikannya, ataupun Cina yang selalu hadir dengan seribu satu dan pelbagai macam karyanya yang dijual dipasaran Indonesia. Satu hal yang sangat menentukan kenapa orang cendrung kepada produk luar itu yakni masalah kualitas. Benar sekali, kualitas.
Seperti teman saya tadi, ketika saya tanya kenapa tidak mencoba untuk membeli baju produk dalam negeri atau mencoba untuk mencicipi makanan asli Indonesia, jawabannya sama, kualitas. Katanya baju yang diproduksi di Indonesia jauh tertinggal kualitasnya. Beda halnya ketika ia menggunakan baju luar yang nyaman digunakan, tahan lama dan banyak lagi keunggulannya. Lalu saya kembali berkomentar, toh kan baju Indonesia lebih murah, kalau baju luar harganya tiga bahkan lima kali lipat dari harga baju Indonesia. Lagi-lagi teman saya itu menjawab delapan huruf itu, “kualitas”.
Kenyataannya memang seperti itu, banyak yang gengsi dengan hasil tangan negerinya sendiri. Sebenarnya lewat nasionalisme atau cinta negeri dengan menggunakan produk dalam negeri adalah salah satu cara untuk meningkatkan gengsi kita, malah sebaliknya yaitu meningkatkan gengsi, bukan membuat kita gengsi dalam menggunakan produk dalam negeri itu. Bahkan di resesi global yang mana pasar ekonomi Indonesia dibanjiri oleh produk luar harus kita jadikan sebagai kekuatan untuk dapat terus menggali ide-ide kreatif negeri kita, dan banyak hal lagi.
Alangkah baiknya kita bersyukur karena Indonesia merupakan negeri yang sangat kaya raya dengan sumber daya alam dan manusianya. Nah, untuk memulai langkah awal bagi kemajuan Indonesia terutama dalam produksinya sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk cinta pada negeri, dan memulainya dengan cinta produk dalam negeri. www.dodiprananda.blogspot.com

Padang, 2009
Penulis bergiat di Yayasan Citra Budaya Sumbar, Sanggar Pelangi Padang

UNLUCKY

ABSTRAK

Dilatarbelakangi dan bertolak dari keadaan lingkungan yang semakin terkurung dalam pencemaran lingkungan, membuat penulis tertarik menguraikannya dalam karya ilmiah ini. Bisa kita lihat sendiri bagaimana keadaan konkret daerah perkotaan, dimana beribu-ribu kendaran seolah-olah telah memuntahkan asapnya yang seenak perutnya saja mengotori udara. Belum lagi sampah-sampah yang liar, bertebaran disana-sini dan tanahpun tak mampu mengurainya. Disana-sini sungai terkotori dan tercemari oleh kotoran manusia dan limbah industri yang dibuang sembarangan.
Gonjang-ganjing ke telinga kita mengenai ozon yang semakin menipis, pemanasan global adalah hal yang selalu di kambinghitamkan. Maka dari persoalan itu, berangkat dari tema ”Stop Polutions, Go Green enviroment” saya akan berusaha menjabarkan persoalan ini ke dalam karya ilmiah.
Adapun garis besar dari karya ilmiah yang saya buat, diantaranya apa sebenarnya pencemaran lingkungan itu, dalam kajian ini ada beberapa poin dan substansi yang dititikberatkan yakni defenisi polusi itu sendiri, serta asal muasal terjadinya kontaminasi polusi yang bercampur baur dengan udara bersih lalu apa yang menyebabkan polusi, kegiatan manusia yang berpotensi untuk menambah pencemaran., distorsi polusi terhadap lingkungan. Nantinya di akhir bab pembahasan penulis akan menjabarkan bagaimana pula upaya prefentif dari pencemaran lingkungan. Ada pula upaya antisipasi dan mengatasinya. Dalam usaha prefentif ini tidak hanya khlayak ramai yang dijadikan subjek agar intensitas polusi berkurang, tapi bagaimana pula usaha pelajar. Suara pelajar itu sendiri yang menjadi ruh dalam karya ilmiah ini. Terlebih pelajar yang duduk di bangku kelas Internasional yang mengaharuskan mereka berkontribusi akan masalah ini.
Adapun metode peneletian yaitu kajian lapangan dimana penulis turun ke lapangan untuk melihat situasi konkret tentang polusi yang ada di sekitar lingkungan penulis. Lalu adapula wawancara (interview) dengan beberapa orang pelajar kelas Internasional, serta beberapa sampel yang dipih secara acak dari beberapa sekolah. Sedangkan untuk metode penulisan akan penulis lakukan dengan memakai studi pustaka yang berperan sebagai rujukan atau referensi penulis poin-poin penting lalu pembahasan selanjutnya akan penulis tuliskan dengan melihat situasi kondisi nyata.
Tujuan umum penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengkuti lomba karya ilmiah yang diadakaan oleh Unit kesenian Minangkabau, Institut teknologi Bandung. Untuk tujuan khusus yakni untuk mengetahui kondisi riil terhadap polusi yang telah mencemari lingkungan dan harapan penulis setelah menuliskan karya ilmiah ini agar tingkat potensi polusi semakin berkurang dan penulis berharap banyak agar lewar karya ilmiah ini akan menumbuhkan kesadaran pada setiap orang untuk lebih peduli terhadap polusi yang membayakan keselamatan manusia. Ya, semoga!.