Dodi Prananda, lahir di Padang 16 Oktober 1993. Studi di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Menulis satu buku kumpulan puisi dan puluhan antologi bersama. Folllow: @pranandadodi dan Kunjungi: www.dodiprananda.wordpress.com
Rabu, 22 April 2009
CATATAN MUNGIL, SAJA
judul foto: sisa lentera dok.pribadi
Lentera Bu Minda
Dodi Prananda
“Seorang anak ingin diceritakan mengenai seorang guru yang baik hati. Lalu datanglah seorang juru cerita, lalu ia mulai ceritanya..”
Aku akan menceritakan sosok seorang yang membuat aku mampu bangkit ketika aku terjatuh. Namanya Mindawati. Semua murid biasanya memanggil beliau Bu Minda. beliau termasuk guru yang muda di sekolah. Beliau mengajar pelajaran Budaya alam minangakabau, meski beliau bukanlah bukanlah berasal dari ilmu tersebut. Beliau memiliki latar belakang sebagai guru Bahasa Indonesia.
Awalnya aku merasa tidak ada special dari Bu Minda. Ia sama seperti guru-guru yang lain. Namun aku merasakan sesuatu hal yang membuat aku tertegun. Menurutku Bu Minda adalah seorang guru yang memberikan aku pelita ketika ia menawarkan padaku untuk mengikuti sebuah lomba baca puisi. Ia menyodorkan padaku secarik kertas tentang pengumuman lomba baca puisi yang di adakan sebuah lembaga pendidikan.
Bu minda tahu aku bukanlah seorang yang mahir dalam membaca puisi. Namun ia hanya berkata singkat setelah menulis namaku dalam sebuat kertas tentang keputusan siapa yang diutus sekolah untuk mengikuti perlombaan itu.
Bu Minda hanya mengatakan “jangan pernah berkata tidak sebelum mencobanya”. Aku kian tertegun. Aku merasa tertantang oleh kata-kata Bu Minda barusan, yang mana setelah itu aku memberanikan diri untuk mendatangi meja Bu Minda dan berkata bahwa aku sedia untuk mengikutinya.
Bu minda hanya tersenyum. Setelah aku menyatakan pada diriku bahwa aku bisa memberikan yang terbaik bagi Bu Minda aku kemudian menanamkan kepercayaan dalam diri bahwa aku bisa. Karena aku tidak mau membuat Bu Minda kecewa.
Setelah hari-H acara itu datang aku merasa jantungku dipompa begitu dahsyat. Rasa tanggung jawab atas diutusnya aku sebagai perwakilan sekolah untuk mengikuti perlombaan itu. Berat rasanya memikul tanggungan, jikalau saja aku tidak menang pasti aku akan mengecewakan banyak pihak.
Mulai dari Bu Minda. Ya, Bu Minda telah memberikan yang terbaik bagiku. Terlebih pada kata-katanya yang selalu menyelip di benakku. Bahkan sebelum melangkah pergi mengikuti lomba itu Bu Minda mengulangi kata-katanya. Belum lagi kegigihan Bu Minda melatihku, mengajarku bagaimana cara mendeklamasikan puisi degan baik dan benar. Bahkan pada suatu hari sebelum lomba itu dimulai Bu Minda telah melakukan suatu pengorbanan demi aku dan lomba itu.
Selain itu kalau aku tidak menang aku juga akan mengecewakan diriku sendiri, orang tuaku yang hanya bisa memberikan support, juga sekolah dan teman-teman yang memberikan dukungan.
Kalah dan menang itu adalah hal biasa dalam perlombaan. Jadi kalau kalau jangan bersedih. Kalah itu bukan berarti harus mengalah, begitu kata-kata terakhir Bu Minda sebelum aku berangkat ke tempat lomba itu.
Di dalam lomba itu aku menemukan para pesaing yang hebat. Banyak diantara mereka telah berpengalaman dalam membacakan sebuah puisi. Jauh rasanya mendapatkan kata-kata”menang”ketika para pesaing membuat dewan juri tersenyum manis dan semua penonton bertepuk tangan.
Akhirnya setelah hampir seharian penuh mengikuti lomba itu, pengumuman para pemenang akhirnya dibacakan juga. Ketika salah seorang dewan juri menyampaikan hasil perlombaan ku dengar baik-baik, apakah Nomor lot ku akan tersebut dalam penyampain dewan juri itu.
Setelah dewan juri selesai menyampaikan pengumuman para pemenang lomba baca puisi tak kudengar dewan juri membacakan No lot ku keluar sebagai pemenang. Aku terhempas. Tiada kata yang mampu mengalir dari bibirku. Aku merasakan sebuah goncangan. Sesaat setelah aku terhempas kata-kata Bu Minda yang mengatakan bahwa “Kalah itu bukan berarti harus mengalah” makin mengabut di jiwaku.
Aku berlari ke belakang pelataran parkir di dekat perlombaan puisi itu. Diam-diam aku menjatuhkan air mata. Namun tiba-tiba sebuah suara membuat aku mengahapus butir air mata yang jatuh perlahan ke pipiku dengan jemari.
“kalah itu bukan berarti harus mengalah”. Ibu tadi melihat kamu semangat kok dalam berpuisi. Aku hanya membalas dengan sebuah pertanyaan“Ibu tadi melihat Dodi ya saat tampil, tadi di sekolah katanya ibu nggak bisa datang ke sini karna banyak urusan!”. Bu Minda memelukkku seerat-eratnya dan memberikan sebuah ketegaran untukku.
Kamu sudah memberikan yang terbaik bagi sekolah kita, kata-kata Bu Minda yang terakhir ini membuat aku makin tegar berdiri di saat rapuh seperti ini. Bu minda memberikan pelita dalam kegelapan hatiku saat ini.
Setelah lama mendapatkan pengajaran dari Bu Minda, aku makin bersikap dewasa dalam menghadapi semua persoalan yang menghadang. Bahkan pada suatu hari aku dihadapkan pada sebuah kenyataan yang amat pahit, aku belum melunasi Lima bulan uang sekolah yang nunggak, padahal kartu ujian bisa dibagikan setelah melunasi. Aku sangat cemas dam ketakutan ketika mengetahui bahwa aku tidak bisa mengikuti ujian, tidak hanya sekedar ujian biasa, itu adalah ujian semester, penentu apakah kita akan naik kelas.
Dengan memberanikan diri aku menemui Bu Minda dimejanya. Kulihat beliau sedang sibuk dengan tugasnya. Aku uraikan apa maksudku. Bu Minda hanya mengangguk-angguk pertanda mengerti dengan masalah yang sedang kuhadapi. Bu Minda mengatakan bahwa “hidup itu seperti roda pedati, dimana suatu saat kita berada diatas dengan artian menemukan kebahagian, terkadang berada di bawah, dengan artian kita pasti akan menemukan kepahitan.
Bu Minda hanya berkata seperti itu, tanpa menyebut-nyebut tentang kartu ujian. Setelah satu jam berlalu, aku yang sedang bingung dengan nasibku, apakah akan tetap bisa mengikuti ujian besok atau tidak hanya bisa tersenyum lega ketika Bu Minda menyodorkan kartu ujian ketanganku. Aku memeluk Bu Minda seerat-eratnya. Aku sangat berterima kasih pada Tuhan telah memberikan seorang guru yang baik seperti Bu Minda. Sampai sekarang kata-kata mutiara yang diucapkan Bu Minda padaku masih kusimpan dalam hati sebagai prinsip hidup. Life must go on, salah satu moto Bu Minda yang kujadikan sebagai prinsip hidup. Padang, 1 Desember 2008
REMAJA BICARA
Tentang Remaja Dan Emosionalnya
Oleh Dodi Prananda
Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat indah, dimana mereka bisa menemukan jati diri mereka sebagai seorang anak manusia yang membutuhkan cinta. Lalu bagaimana seorang remaja tersebut dapat menemukan jati dirinya di masa peralihan sikap sekaligus mentalnya?
Ya, salah satu faktor yang memiliki peranan cukup besar yakninya emosional. Dalam konteks pembicaraan mengenai emosi dan remaja dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kecerdasan emosional seorang remaja dapat menentukan apakah seorang remaja berhasil menemukan jati dirinya.
Pada masa remaja atau masa peralihan untuk menemukan jati dirinya tersebut adanya sebuah pergolakan emosi yang tidak terkendali, notabenenya tergantung sepenuhnya pada diri remaja tersebut, kalau remaja mampu mengendalikan emosi berarti ada sebuah perwujudan kecerdasan emosi yang efektif.
Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.
Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Kenali diri kenali kecerdasan emosi
Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik dan psikis terutama emosi.
Ada beberapa faktor sebenarnya yang sangat memberikan distorsi akan emosi seorang remaja, diantara hal yang tidak terlepas dari kendali emosi seorang remaja itu adalah lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman sejawat dengan seribu satu macam aktifitas. Dimana masa remaja yang sangat identik dengan lingkungan sosial tersebut akan ada kesinambungannya dengan lingkungan dimana seorang remaja tersebut berinteraksi, di lingkungan yang baikkah atau sebaliknya, hal tersebut tentu menuntut remaja untuk mengefektifkan antara kepekaan dirinya dengan lingkungan.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara yang dijalani remaja dalam konteks pembicaran mengenai aktifitas yang dijalankan di tempat interaksi, lebih banyak waktu terhabiskan di sekolah dan tidak memadai untuk pemenuhan gejolak energi, maka hal itu akan berbuntut pada pada meluapnya energi yang tidak dapat tersalurkan tersebut menjadi aktifitas yang bernilai positif semisal tawuran.
Nah, dapat di tarik sebuah kesimpulan awal bahwa betapa besarnya gejolak emosi seseorang yang ditandai dengen kepekaan dirinya terhadap dirinya ketika berinteraksi dengan tempat lingkungan atau tempat berinteraksi.
Remaja perlu tanggap dengan kecerdasan emosinya
Apabila ada sebagian remaja yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang indah barangkali hal tersebut sah-sah saja dan dapat diterima dengan alasan dimana masa remaja ini seorang remaja paling banyak sekali intensitas distorsi lingkungan ataupun influence teman-teman sejawat, maka tidak perlu dicengangkan lagi apabila ada seorang remaja yang tidak mampu mengendalikan emosinya yang meluap sebagai akibat dari ketidakpahamannya akan dirinya, maka dapat dikatakan bahwa remaja itu belum bisa memanage kecerdasan emosinya secara baik dan efektif.
Berdasarkan hal itu jualah diperlukan kecerdasan emosi dalam diri remaja agar ia lebih paham dan hal yang sama tidak terulang, yakni meluapnya emosi. Kecerdasan emosi itu sendiri terlihat dari bagaimana seorang remaja bisa memberi kesan yang positif akan tentang dirinya, diharapkan ia dapat menggali energi yang positif, seperti memahami diri, mampu menggali potensi dan energi positif yang ada dalam dirinya, serta bagaimana ia menyetarakan diri dengan lingkungan tempat ia berada. (referensi berbagai sumber). Padang, 7 Februari 2009
Penulis bergiat di Yayasan Citra Budaya, Sanggar Sastra Pelangi.
SOROT
LUKISAN CINTA
Dodi Prananda
Wajahku yang tampak pucat pasi masih tertelungkup di depan meja belajar. Berbagai acsesori dan ornamen, sepertinya mengelaba menguasai kamarku. Tak terlintas sedikitpun luka hati yang kini tak kunjung terbalut. Tapi, masih kurasa sedikit goresan luka. Setelah baru bangun dari tidur pendek, bergegas diriku ke belakang untuk sedikit menggopoh segelas air minum demi melepas dahagaku yang begitu kurang akan mineral air.
Lepas dari minum aku beranjak mengusir lapar yang mungkin sedari tadinya telah mengusik lambungku. Baru saja duduk aku langsung tersentak, karena sang papa telah menanati kedatangan diriku mengisi meja makan itu
“ Dady…???? Why you still to be here ??? ,” tanyaku sambil beringsut ke bangku meja makan .
Papaku memang bukanlah orang Indonesia tulen. Dia berasal dari negara Elizabeth, atau yang lebih akrab di kenal Inggris. Wajahnya pun terlihat begitu ke barat baratan . Begitu juga dengan lagak bicaranya, tegak akan bahasa daerah asalnya .Papa belum mengerti penuh bahasa Indonesia.
Tiap kali aku bicara denganya, omonganku selalu berbahasa Inggris. Lain papa, lain mama. Semenjak pertikaian itu memuncak antara papa dan mama, terpaksa aku harus milih tinggal sama papa dan menetap di Inggris. Keberadan mama juga tak ku tahui. Begitu pula dengan Dinda, adik bungsuku. Mama begitu egois. Beda halnya dengan papa, tak sedikitpun egois. Dia penyayang dan kurasa note-benenya pada anak lebih dari perhatian mama pada anaknya. Papa masih diam dan tak sedikitpun berkutik , tak membalas pertanyaanku
“ I’m want to wait special someone. Especialy for you and me. Aku tak mengerti siapa yang di maksud papa. Seseorang yang spesial untuk diriku dan papa. lantang saja aku menyata
“ who she ???I’cannot could know it ,” balasku
Bibi datang mengantarkan dua piring fried rice untuk kami yang sedari tadinya telah menunggu. “Mungkinkah dia pengganti mama? Mungkinkah dia… ,” batinku ragu dan bimbang
Perlahan mulai kusantap nasi goreng kesukaanku walaupun jiwaku mengerenyam berupaya menebak
“ She will me present at midnight after our dinner ,”ucap papa lagi menyudahi.
Lama aku menghabiskan satu piring nasi goreng, baru lambungku tak lagi berkeroncongan. Begitu juga dengan papa, kembali ke office nya. Rasanya aku tak sabar melihat Someone yang di maksud papa. Siapakah dia??? Semua pertanyaanku hanya bisa ku jawab nanti, tepatnya nanti sehabis makan malam.
Lama rasanya aku menantikan malam hari, tapi akhirnya malam haripun datang. Tapi setelah jam Dua belas malam. Di sini emang beda dengan Indonesia. Setiap kali makan malam, pasti lewat dari jam dua belas. Papa masih menikmati makan malamnya sambil menunggu tamu istimewa itu. Satu piring spagheti dan cheesse burger telah habis di santap papa. Terkecuali aku, sibuk merenung menantikan siapa gerangan .
“ Don’t you think she !!!She certain go to here .I must to introducted her to you hunny . Let’s to eat !!!
Menyantap makan malam sambil bergelimang dalam ketidak tahuan, setidaknya itu yang kurasa sekarang. Telingaku serasa menggema setelah mendengar ketukan pintu dari luar. Hati dan diriku bimbang !! mungkinkah dia yang di maksud papa
“ You must believe me . She is come ,” papa menyergahku
Bibi langsung berlarian ke luar rumah untuk membuka pintu untuk tamu tercinta papa dan juga tercinta untuk diriku yang sebelumnya papa bilang ke aku. Papa menyambut tamu itu dengan begitu senang. Terkecuali aku, diam tertelungkupdi meja sambil mendengarkan music di walkman ku. Lagunya begitu romantic kalau tidak salah ini lagu westlife yang judulnya “ when tou tell me that you love.
Malas rasanya harus bertemu dengan dia. Tapi ‘be cause my dady say , we need her, aku terpaksa menemuinya di ruang tamu. Langkah kecilku sangat dan begitu terbata. Dan hati beserta separoh jiwaku luntur dan hancur berdebur debur setelah tahu siapa yang di maksud papa.
“ Evelyn ………?? ,” sahutku .
Sungguh di luar logika dan akal sehatku. Sungguh tidak keterdugaan . Mengapa ini bisa terjadi??. Orang yang di maksud papa adalah gandenganku yang telah lama ku kenal di Inggris ini. Aku baru jadian denganya
“ Raymond !! She is person which I mean . She is new wife, and your’s mother too !!,” sahut papa .
Memang benar cinta itu tak kenal, siapa dan apa. Evelyn hanya diam dan baru berkutik setelah aku berujar.
‘ Evelyn your is my love. Why you love too my dady??. I’m not believe this . this is magic and a power of love not you have ,” lantangku
‘ Raymond Don’t you many said. If me will to your new mother. I will lovely you too . Not just for your dady . But I love and like you too ,” jawab evelyn polos . Cintaku terpaksa harus kubagi dengan papa. Papa hanya dia . Seperti telah di rekayasa papa. “ Bitch and bullshit… !!! ,”ucapku pada papa.
Terpaksa aku harus menghindar. Apalah yang bisa kulakukan kini. Kurelakan dia untukmu Dady. Ingat dady !!!ini hanya karena untukmu kulakukan .
Cintaku harus terpaksa sampai di sini . Kebahagiaanku dengan evelyn harus terenggut karena papa juga mencintainya .Sayang rasanya melepaskan evelyn. Dia telah lama ku cintai. Tapi terpaksa aku harus memalingkan evelyn pada papa . Jika ini yang terbaik bagiku … why not !! just GOD know!!
***
Malamnya ku buka laptopku yang telah lama kuisi dengan situs kesedihan dan kebahagian hatiku . Dan salah satunya yang kini ku tulis di lembaran sheet laptopku “
MY LIFE
Why you asked if you know, what you feel the hurt in your life . Really I’ m still to feel forever . I dont know when until. So , to booming from hell . But I’ m never to feel that . I want my paradise for a self . I’m just adolescent which new to feeling a magic at world . So hurt. So broken and so sweat if to happy and happen a moment which made me smile. I m not an extraordinary person again . There is’nt happily . only and because of love Im still stay and stand up to be here . life so hurt now . I can’t to long time be here . For to feel hurting .
England 23 rd of june 07
Benar apa yang hati ku bilang. Aku akan sakit jika lama -lama di sini. Setelah bermatang pikiran, aku pergi meninggalkan Inggris tanpa sepengetahuan papa. Aku ingin kembali ke tempat asalku. Indonesia. Tentunya untuk menemui Dinda adikku dan mama. Perjalanan ke Indonesia tentu menyimpan segudang cerita.
Jika mengingat indonesia tanah kelahiranku, maka air mataku akan bergelinang mengingat Vanessa ,cinta pertamaku. Ia telah bertunangan denganku di saat usiaku belia, beranjak remaja. Tapi setelah keberangkatanya ke luar kota pesawatnya jatuh. Entah di manakah dia kini?. Apalagi sekarang aku di dalam pesawat. Sungguh mengingatkanku pada diri vanessa.
“ Maaf , ini snack anda ,” seorang pramugari menyergahku Beberapa snack itu ku ambil tanpa memperhatikan mukanya . “ Terima kasih ,” balasku .
Ku keluarkan telephone genggam ku . seraya ku pencet nomor papa. “siall !! tak aktif . Penumpang sebangkuku hanya diam terenyap . Wajahnya sungguh kabur untuk di lihat. Dari dandananya aku yakin kalau dia dari Inggris.
Dia perempuan. Rambut Wigg nya tampak menghias kepalanya. Begitu juga dengan matanya di perlengkap dengan sebuah kacamata. Setiap aku melihatnya, dia balas memandangiku. Setelah ku perhatikan aku baru sadar kalau aku pernah kenal bahkan akrab denganya “ Dinda !!! gadis itu balas memandangiku. Dia membuka kaca matanya. “ Maaf saya bukan Dinda, saya MARRY,” balas gadis itu.
***
Sudah lama sekali aku tak menginjak Indonesia. Tak satupun orang yang ku kenal disini selain Dinda dan mama . Hanya kartu nama mama yang bisa ku andalkan.
Setelah lama menuju perjalanan ke rumah aku tersentak karena seorang wanita dari arah yang sama sedang memadu kasih dengan seorang wanita. Tampaknya aku pernah kenal denganya. Kurasa dia mama. Aku baru tahu sekarang kalau mama ku seorang lesbian. Jadi mama meninggalkan dady karena dia lebih menyukai wanita?.
‘ Mama, how are you now ,” sergahku setelah kontra memandang mama .Mama tak membalasnya. Ia lebih memilih mencium dan memeluk erat tubuh wanita itu daripada menjawab teguranku. Kurasa dia pengganti papa di hati mama. England dan Indonesian sama brengseknya. Sama sama membuatku hancuR. Aku terus berfikir, karena yang ku tahu cinta itu indah. (England-Indonesian, 16 agustus2007 di hari kelahiran bunda yang sudah tiada)
………………….Sekian*
Langganan:
Postingan (Atom)