ANAK PENJUAL KORAN
Oleh Dodi Prananda
(cerpen ini di muat pada halaman cerita anak Haluan Minggu 24 Agustus 2008)
Memang benar ia bukan anak yang beruntung di banding dengan teman-temannya yang lain. Ayahnya hanyalah seorang penjual koran. Sedang ibunya meninggal dunia pada saat melahirkan yang kecil.
Setiap hari anak penjual koran itu selalu di jadikan bahan ejekan oleh teman-temannya. Tapi, ia tetap menahan semua ocehan yang membuat hatinya terluka di dalam hati.
“Kamu kenapa, setiap hari selalu Ibu lihat bermenung?”tiba-tiba Bu Sinta, guru bahasa Indonesia mengaggetkan anak kumal itu.
“Saya malu Buk!”
“Malu kenapa?”
“Orang tua saya hanya seorang penjual koran yang miskin. Tidak seperti teman saya yang selalu di antar dan di jemput oleh orang tuanya!”anak kumal itu
tiba-tiba menangis.
Bu Sinta jadi ikut sedih. Bu Sinta juga heran dan tidak tahu cara membuat anak kumal itu dapat berteman dengan teman-temannya yang lain. Bu sinta turut prihatin dengan keadaan anak itu.
“Ya sudah kalau begitu nanti ibu akan ajak bicara anak yang lain, agar mereka mau berteman denganmu!”ucap Bu sinta memecahkan masalah.
“Tapi buk! Tak ada yang mau berteman denganku. Lihat saja sepatu mereka. Mereka selalu ganti sepatu tiap hari. Sedang saya, ..untuk makan saja ayah sudah!”omongan anak penjual koran itu terputus.
***
Hari ini kelas sangat ribut. Katanya Amanda yang merupakan anak terkaya di sekolah itu kehilangan dompetnya. Amanda tetap menuduh anak penjual koran itu yang mengambilnya. Tapi anak penjual koran itu membantah.
“Hei, kalian kenapa ribut-ribut?”tanya Bu sinta yang mengajar hari ini di jam pertama.
“Ini bu, ada maling di sekolah kita, anak si penjual koran. Dasar kumal gembel maling!”Amanda tetap menuding anak penjual koran itu yang mengambilnya.
“Ya sudah, begini saja. Ibu akan periksa tas kalian satu-satu!”ucap Bu Sinta.
Akhirnya semua tas di geledah. Sampai saat ini belum ketahuan siapa pelaku sebenarnya. Dan tibalah di giliran anak penjual koran itu. Bu sinta memandang wajah anak penjual koran itu. Tiba-tiba semua perhatian tertuju pada sebuah dompet yang sedang berada di tangan Bu sinta. Bu sinta menemukannya di tas anak penjual koran itu.
“Tapi Bu! Bukan saya yang mengambil dompet itu. Ibu harus percaya pada saya!”anak penjual koran itu tetap membantah.
“Eh anak maling, sudah jelas-jelas kamu yang mengambil masih tetap saja membantah.
Bu sinta terpaksa membawa anak penjual koran yang kumal itu ke ruang majelis guru. Tapi dalam hatinya Bu sinta masih belum yakin, anak penjual koran yang pendiam, baik dan ramah itu melakukan semua ini.
“Bu, saya jujur. Bukan saya yang mengambil dompet Amanda”
Bu Sinta masih saja diam. Ia tak mendengar penjelasan yang di berikan oleh anak penjual koran itu.
“Benar Bu, bukan Mala yang melakukannya. Saya melihat sendiri kalau Amanda sendiri yang memasukkan ke tas Mala. Saya jadi saksinya bu,”tiba-tiba Bu Sinta dan Mala jadi terkejut dengan ucapan Kikan.
Bu Sinta lega, apa yang di pikirkannya benar kalau bukan Mala yang mengambil. Akhirnya Bu Sinta memanggil Amanda untuk di berikan hukuman. Sejak saat itu Mala jadi banyak teman dan Amanda kini di asingkan oleh teman-temannya yang lain. Sekian. Padang, 1 Juli 2008 Di pmails habis pulang jalan dari pasar raya 4 D( Disa, Dilla, Dodi, Doni) penulis adalah siswa SMA 1 PADANG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar