Sabtu, 05 Maret 2011

Dua Potong Sajak untuk Dua Sosok

Sosok Satu:
Bapak Jufril Siry




Dalam mendung kita bersenandung
membiarkan semua gelisah dalam macet panjang
dalam puing-puing September yang masih menyisa luka sepanjang Desember
pun dalam bayang-bayang kita dalam perang dingin, sayang
oh, tiada kita ingin menutup lama-lama mata ini
sementara di luar jendela, orang-orang sibuk soal relokasi
membicarakan ikhwal kota kita yang dipindahkan dalam badai
memindahkan kenangan-kenangan kita ke poros lain
pun telah memindahkan mimpi-mimpi kita diantara puing-puing
yang berserak sepanjang September hingga Desember
pun dalam suara-suara sumbang, dan pemberontakan anti relokasi...


Pun pada akhirnya kita enggan membiarkan gerimis
keburu jatuh dipelukan hujan
sehingga dengan suara riuh rendah kita memindahkan kota kita
di atas segala kenangan yang manis
dan telah kupindahkan potong-potong mimpi dari negeri Sudirman
yang menggersang dalam asap-asap bis kota, dalam lumur bau bangkai, dalam
ribuan sampah yang membangun istana paling megah dari pasar raya
dalam keremangan pun kenistaan tentang sakit hati bila kita melihat
hujan yang begitu punya hasrat besar dan rakus menjilati gerimis

dan di antara puing-puing rumah mimpi saudara-saudara lain
yang mencingkuk di bawah tenda dengan buku-buku yang becek di meja
kita memindahkan kota kita, katanya, kata sosok itu kota kita
mesti dipindahkan, sebelum badai-badai
benar-benar datang dan memporak-porandakan marwah kota kita
sebelum pada akhirnya gerimis telah dipeluk cangap hujan
sebelum pada akhirnya asap-asap dan kobar api kebakaran telah membubung dari langit-langit kota kita

pun kita telah memindahkan Sudirman, kota dimana kita pernah merajut roman-roman cinta
kota dimana kita telah menjadi dewasa dalam badai yang terus menceracau
angin dan lengkisau yang mengkikis nostalgia

lalu pindahlah kota kita karenanya, sebelum hujan belum benar-benar lebat sayang
kini kita telah mendiami kota baru kita
dimana gerimis terasa begitu manis
langit terasa begitu cantik kita pasang pada figura
dimana marwah di atas segalanya
inilah kota kita sayang...
kota untuk kita bersama-sama membangun mimpi baru
dan istana masa depan telah terlihat atapnya sayang...


Sosok Dua:
Bapak Ramadansyah





Kota kita masih dalam tidur semalam, tetapi kau sudah lebih dulu
membangunkan para penghuni kota yang masih tertidur
dengan piyama kotak-kotak, dan katup mata yang belum sempurna terbuka

Oh, itulah sepotong mimpi kita sebelum pada akhirnya kita sampai
sesak nafas di depan beranda kota kita, mengejar-ngejar impian
yang datang telat, atau kesaksian tentang masa depan yang kadang alfa, tanpa sebab

Oh, kita begitu kencang berlari dalam gelak paling istimewa
dalam kata-kata 'siswa' kita terus mencapai titik paling tinggi
dan titik paling luar biasa, meski kita saling tersungkur dan ambruk ke tanah
Betapa tawa dan ujaran telah menyulap kita menjadi saling satu,

Dengan safari dan sesuatu yang terlihat sangat spesial di wajahmu
Kita sama-sama bercerita tentang mimpi dan impian
tentang ornamen kota kita
tentang bagaimana semestinya kita menciptakan tawa-tawa
yang lebih hangat dan segar setiap senayan..

Sekoyong-konyong terbayang kenangan kala kita melintas sungai itu
ketika menyadari sungai ada yang dalam oh siswa, oh siswa
begitu tenang, kami tak menyadari kami telah berenang pada sungai yang dalam
pada sungai yang memiliki ketenagan, petuah-petuah, dan nasihat-nasihat yang begitu pekat
dan kami enggan pulang, dan ingin selalu, mencelupkan diri kami dalam sungai ini
oh Bapak, biarlah kami berenang dalam sungai itu...
sebelum pada akhirnya kami benar-benar telah terhanyut
dalam dirimu...




----------------------
Dodi Prananda lahir di Padang, Sumatra Barat. Menulis cerpen, puisi, dan artikel yang dimuat di berbagai media Sumatra Barat dan Jakarta. Cerpennya Perempuan Simpang masuk dalam Antologi ‘Sehadapan’ (Rayakultura Press, 2010) Antologi Peraih Anugerah Lipe Ice Selsun Golden Award 2010, Antologi Misteri Tas Merah Jambu (Kompas Gramedia, 2010) dan Negeri Kesunda (Antologi Pemenang Lomba Cerpen IAIN Imam Bonjol Se-Indonesia). Aktif berkegiatan di Yayasan Citra Budaya Indonesia – Sumatra Barat, Sanggar Sastra Pelangi Padang.



Catatan :

Puisi ini secara khusus didedikasikan untuk Bapak Drs.Jufril Siry, M.M (Kepala SMA 1 Padang, sejak 2008 s.d. sekarang) dan Bapak Drs.Ramadansyah, M.Pd (Wakil Kesiswaan, Papa tercinta, Papa dalam banyak hal..).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar